Minggu, 03 Maret 2013

Membangun Integritas Bangsa ; Ocehan Anak Negeri

       Krisis multidimensi melanda bangsa yang kita cintai ini "Indonesia" kita dirundung malang yang tak pernah berkesudahan. mulai dari krisis ekonomi sampai pada krisis moral sampai hari ini masih saja menyisakan kepedihan yang berkeping-keping. Negara-negara se-Asean lainnya yang juga pernah mengalami hal sama, tapi mereka telah berhasil mengatasi dan keluar dari krisis yang menimpa Negara mereka. 
        Lalu bagaimana dengan negeri kita Indonesia? Apakah situasi keterpurukan bangsa ini akan segera berakhir? Masih adakah secercah harapan untuk maju mengejar ketertinggalan bangsa ini? Apakah supremasi hukum, Pemberantasan Korupsi, Pemulihan Demokrasi akan segera membaik? itulah sejumlah pertanyaan yang akan muncul dalam benak kita masing-masing.
       Republik Islam Iran terkenal dengan keberaniannya melawan ketidakadilan dan kesemena-menaan negara tertentu, apakah ini adalah contoh baik menurut kita? atau negara-negara lain yang berkesusaian dengan kita, di Malaysia.
      Di bidang Pendidikan,  Indonesia ternyata jauh tertinggal dari negara tetangga lainnya. sekitar 30 Tahun yang lalu, Indonesia terkenal sebagai negara pengekspor tenaga Dosen ke Malaysia. sekarang ini, kita hanya mampu untuk menyediakan tenaga kerja keluar negeri. TKI kita belum memiliki skill yang memadai sehingga mereka hanya sanggup mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik, seperti pembantu rumah tangga, sopir menjadi juru masak dan bahkan banyak diantara mereka yang terpaksa menjadi kuli bangunan. kondisi mereka lebih tragis lagi ketika mereka harus diusir  secara paksa. Keterpurukan bangsa ini hendaknya segera dibenahi dengan serius. semua kita mesti menata diri.
      Akar permasalahan yang dihadapi oleh bangsa ini justru bermula pada krisis etika para elit politik yang berdampak pada lemahnya penegakan hukum kita yang selanjutnya merembet pada maraknya praktek Korupsi yang sangat luar biasa disemua sendi kehidupan. Kekayaan dan kesejahteraan hanya mampu dirasakan oleh sebagian kecil anak bangsa ini. negeri ini belum mampu menjanjikan hidup sejahtera bagi anak bangsa secara umum. []

Selasa, 19 Februari 2013

Legenda Wong Fei Hung

Selama ini kita hanya mengenal Wong Fei Hung sebagai jagoan Kung fu dalam film Once Upon A Time in China. Dalam film itu, karakter Wong Fei Hung diperankan oleh aktor terkenal Hong Kong, Jet Li. Namun siapakah sebenarnya Wong Fei Hung?

Wong Fei Hung adalah seorang Ulama, Ahli Pengobatan, dan Ahli Beladiri legendaris yang namanya ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional China oleh pemerintah China. Namun Pemerintah China sering berupaya mengaburkan jatidiri Wong Fei Hung sebagai seorang muslim demi menjaga supremasi kekuasaan Komunis di China.

Wong Fei-Hung dilahirkan pada tahun 1847 di Kwantung (Guandong) dari keluarga muslim yang taat. Nama Fei pada Wong Fei Hung merupakan dialek Canton untuk menyebut nama Arab, Fais. Sementara Nama Hung juga merupakan dialek Kanton untuk menyebut nama Arab, Hussein. Jadi, bila di-bahasa-arab-kan, namanya ialah Faisal Hussein Wong.

Tentang Riya (Nahjul Bhalagah)



Sesungguhnya perintah Ilahi turun dari langit seperti tetesan hujan, membawa kepada setiap orang apa yang ditentukan baginya, baik berlimpah atau sedikit. Maka apabila seseorang di antara Anda sekalian melihat pada saudaranya banyak keturunan atau kekayaan, hal itu tak boleh menyebabkan fitnah padanya. Selama seorang Muslim tidak melakukan perbuatan yang apabila terbuka ia harus menundukkan matanya (karena malu) dan yang dengan itu orang rendah diberanikan, ia seperti penjudi yang mengharapkan bahwa tarikan pertama panahnya akan memberikan keuntungan kepadanya dan juga menutupi kerugiannya sebelumnya.

Demikian pula, seorang Muslim yang bebas dari kedurhakaan mengharapkan satu dari dua hal yang baik: panggilan Allah, dan dalam hal itu apa saja yang diberikan Allah adalah baik baginya; atau rezeki Allah. la telah mempunyai anak dan harta, sedang iman dan kehormatannya ada bersamanya. 

Sesungguhnya harta dan anak-anak adalah kebun dunia ini, sedang amal kebajikan adalah kebun untuk dunia yang akan datang. Kadang-kadang Allah menggabungkan semua itu pada satu orang.
Ingatlah kepada Allah terhadap apa yang telah diperingatkan-Nya kepada Anda, karena la telah menyuruh Anda untuk bertakwa kepada-Nya dan terus takut kepada-Nya sampai tak ada dalih yang diperlukan untuk itu. Beramallah tanpa pamer atau niat untuk didengar, karena apabila seseorang beramal demi seseorang selain Allah maka Allah akan mengalihkan dia kepada orang itu. Kami memohon kepada Allah (untuk mengaruniakan kepada kita) kedudukan para syahid, sahabat orang berke-bajikan dan persahabatan dengan para nabi.

Wahai manusia, sesungguhnya tak seorang pun (meski ia kaya) dapat berbuat tanpa kerabatnya dan bantuan tangan dan lidahnya. Hanya merekalah dukungannya dari belakang yang dapat menjauhkan kesukaran darinya, dan merekalah yang paling baik kepadanya apabila kesengsaraan menimpanya. Kenangan yang baik yang Allah pelihara di antara manusia lebih baik daripada harta yang diwarisi orang lain dari dia.

Rabu, 13 Februari 2013

Melahirkan Generasi Inisiator Dalam Bingkai Kemuliaan Islam



Hal yang mungkin lebih baik untuk dijadikan perhatian semua orang khususnya kader AIPI Indonesia adalah bagaimana mengembalikan arah gerak AIPI Indonesia sesuai dengan Landasan perjuangannya yaitu mampu menjadi inisiator terbentuknya sebuah masyarakat yang penuh dengan keadilan dan persaudaraan dalam bingkai kemuliaan Islam.
Upaya membangun masyarakat yang ideal seperti itu haruslah terlebih dahulu dimulai dari mempersiapkan individu-individu yang berkarakter kuat dengan kapasistas ilmu yang mumpuni. Melalui individu-individu inilah harapan masyarakat bisa diarahkan dan diberikan pencerahan dalam memandang esensi diri dalam sebuah realitas kehidupan yang pada akhirnya membawa manusia kepada fitrahnya sebagai seorang hamba yang taat dan paham peran dan fungsi di dalam masyarakat.

Sabtu, 09 Februari 2013

Wanita yang Mendapatkan Pelajaran Berharga



Nabi Muhammad Saw merupakan seorang yang sangat baik hati dan tidak pernah marah kepada meskipun orang-orang berlaku buruk terhadapnya.

Konon pada suatu waktu, terdapat seorang wanita tua yang sangat buruk perangainya. Ia selalu melemparkan sampah ke arah Nabi Muhammad Saw bilamana Nabi Saw lewat di hadapan rumahnya.

Nabi Saw biasa lewat di hadapan rumah nenek tua tersebut setiap pagi bilamana beliau bertolak menuju ke masjid dan setiap pagi wanita jahat ini biasa melemparkan sampah kearah Nabi Muhammad Saw akan tetapi Nabi Saw tidak pernah marah kepadanya.

Jumat, 08 Februari 2013

Sayyidina Ali Kw. Sang Pemimpin Yang Miskin



Pada masa khilafah Imam Ali  as, Kufah merupakan ibu kota pemerintahan Islam, sekaligus menjadi pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam.

Pada suatu hari, terjadi pertemuan di luar kota Kufah antara kedua orang laki-laki. Satu di antara mereka adalah Amirul Mukminin Ali as,  dan yang lainnya adalah seorang laki-laki yang beragama Nasrani.  Laki-laki Nasrani ini sama sekali tidak mengenal beliau.  Berlangsunglah percakapan di antara kedua orang itu sambil berjalan, hingga keduanya sampai di persimpangan yang memisahkan jalan mereka menjadi dua;  yang satu menuju kota Kufah dan yang lainnya  mengarah ke suatu perkampungan. 

Sumber Gambar : Google
Imam Ali as. harus menempuh perjalanannya menuju kota Kufah, sementara laki-laki Nasrani itu hendak melanjutkan perjalanannya menuju  kampungnya. Namun beliau masih saja mengiringinya, padahal seharusnya beliau mengambil jalan yang menuju ke arah kota kufah. 

Fatimah Zahra




Kehidupan suami istri adalah ikatan yang sempurna bagi dua kehidupan manusia untuk menjalin kehidupan bersama.
Kehidupan keluarga dibangun atas dasar kerjasama, tolong menolong, cinta, dan saling menghormati.
Kehidupan Ali dan Fatimah merupakan contoh dan teladan bagi kehidupan suami istri yang bahagia. Ali senantiasa membantu Fatimah dalam pekerjaan-pekerjaan rumah tangganya. Begitu pula sebaliknya, Fatimah selalu berupaya untuk mencari keridhaan dan kerelaan Ali, serta senantiasa memberikan rasa gembira kepada suaminya.
Pembicaraan mereka penuh dengan adab dan sopan santun. "Ya binta Rasulillah"; wahai putri Rasul, adalah panggilan yang biasa digunakan Imam Ali setiap kali ia menyapa Fatimah. Sementara Sayyidah Fatimah sendiri menyapanya dengan panggilan  “Ya Amirul Mu’minin”, wahai pemimpin kaum mukmin.
Demikianlah kehidupan Imam Ali as. dan Sayyidah Fatimah as.
Keduanya adalah teladan bagi kedua pasangan suami-istri, atau pun bagi orang tua terhadap anak-anaknya 


Pada tahun ke-2 Hijriah, Fatimah as. melahirkan putra pertamanya yang oleh Rasulullah saw diberi nama  “Hasan”. Rasul saw. sangat gembira sekali atas kelahiran cucunda ini. Beliau  pun menyuarakan azan pada telinga kanan Hasan dan iqamah pada telinga kirinya, kemudian dihiburnya dengan ayat-ayat Al-Qur'an.
Setahun kemudian lahirlah Husain. Demikianlah  Allah swt. berkehendak menjadikan keturunan Rasulullah saw. dari Fatimah Az-Zahra as. Rasul mengasuh kedua cucunya dengan penuh kasih dan perhatian. Tentang keduanya beliau senantiasa mengenalkan mereka  sebagai buah hatinya di dunia.
Bila Rasulullah saw. keluar rumah, beliau selalu membawa mereka bersamanya. Beliau pun selalu mendudukkan mereka berdua di  haribaannya dengan penuh kehangatan.
Suatu hari Rasul saw. lewat di depan rumah Fatimah as. Tiba-tiba beliau mendengar tangisan Husain. Kemudian Nabi dengan hati yang pilu dan sedih mengatakan: “Tidakkah kalian tahu bahwa tangisnya menyedihkanku dan menyakiti hatiku.”
Satu tahun berselang, Fatimah as.  melahirkan Zainab. Setelah itu, Ummu Kultsum pun lahir. Sepertinya Rasul saw. teringat akan kedua putrinya Zainab dan Ummu Kultsum ketika menamai kedua putri Fatimah as. itu dengan nama-nama tersebut.
Dan begitulah Allah swt. menghendaki keturunan Rasul saw. berasal dari putrinya Fatimah Zahra as.

Sekembalinya dari Haji Wada, Rasulullah saw.  jatuh sakit, bahkan beliau sempat pingsan akibat panas dan demam keras yang menimpanya. Fatimah as. bergegas menghampiri beliau dan berusaha untuk memulihkan kondisinya. Dengan air mata yang luruh berderai, Fatimah  berharap agar sang maut memilih dirinya dan merenggut nyawanya sebagai tebusan jiwa ayahandanya.
Tidak lama kemudian Rasul saw. membuka kedua matanya dan mulai memandang putri semata wayang itu dengan penuh perhatian. Lantas beliau meminta kepadanya untuk membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Fatimah  pun   segera membacakan Al-Qur'an dengan suara yang khusyuk.
Sementara sang ayah hayut dalam kekhusukan mendengarkan kalimat-kalimat suci Al-Qur'an, Fatimah pun memenuhi suasana rumah Nabi. Beliau ingin menghabiskan detik-detik akhir hayatnya dalam keadaan mendengarkan suara putrinya yang telah menjaganya dari usia yang masih kecil dan berada di samping ayahnya di saat dewasa.
Rasul saw. meninggalkan dunia  dan ruhnya yang suci mi’raj ke langit.
Kepergian Rasul saw. merupakan musibah yang sangat besar bagi putrinya, sampai hatinya tidak kuasa memikul besarnya beban musibah tersebut. Siang dan malam, beliau selalu menangis.
Belum lagi usai musibah itu, Fatimah as. mendapat pukulan yang lebih berat lagi dari para sahabat yang berebut kekuasaan dan kedudukan.
Setelah mereka merampas tanah Fadak dan berpura-pura bodoh terhadap hak suaminya dalam perkara khilafah (kepemimpinan), Fatimah Az-Zahra as. berupaya untuk mempertahankan haknya dan merebutnya dengan keberanian yang luar biasa.
Imam Ali as. melihat bahwa perlawanan terhadap khalifah yang dilakukan Sayyidah Fatimah as. secara terus menerus bisa menyebabkan negara terancam  bahaya besar, hingga dengan begitu seluruh perjuangan Rasul saw.  akan sirna, dan manusia akan kembali ke dalam masa Jahiliyah.
Atas dasar itu, Ali as. meminta istrinya yang mulia untuk menahan diri dan bersabar demi menjaga risalah Islam yang suci.
Akhirnya, Sayyidah Fatimah as. pun berdiam diri dengan menyimpan kemarahan dan mengingatkan kaum muslimin akan sabda Nabi, “Kemarahannya adalah kemarahan Rasulullah, dan kemarahan Rasulullah adalah kemarahan Allah swt".
Sayyidah Fatimah as. diam dan bersabar diri hingga beliau wafat. Bahkan beliau  berwasiat agar  dikuburkan di tengah malam secara rahasia.

 Sumber : Sayid Mahdi Ayatullahi