Jumat, 23 Maret 2018

Membangun Sikap Kritis


Secara umum, manusia harus memiliki sikap dan pemikiran kritis. Dimana berpikir kritis merupakan sebuah cara yang sangat baik untuk bisa menganalisis sebuah ide berdasarkan penalaran logis dan data yang jelas. Bukan hanya sebuah asumsi atau sesuatu yang dianggap tebakan saja. Ketika anda berpikir kritis maka anda akan berusaha untuk mengasah tingkat keingintahuan namun berbarengan dengan intelektual yang tinggi. Sikap dan pemikiran kritis ini bukan berarti menghitung-hitung aib dan kekurangan. Arti dan sikap dan pemikiran kritis ialah menayakan dan membahas sesuatu agar bisa diketahui yang benar dari yang tidak benar. Umpamanya saja, sikap kritis atas sebuah kitab bukan berarti bahwa seseorang harus menghitung kelemahan-kelemahan kitab itu. Akan tetapi, ia harus mengemukakan semua kelebihan maupun kekurangan kitab itu. Seseorang harus bersikap kritis atas semua kabar yang didengarnya dari orang lain. Artinya, ia harus menganalisis dan mengkaji semua kabar yang didapatkannya itu. Jika ada suatu ucapan yang masyhur di tengah-tengah manusia, maka hal itu bukan berarti bahwa manusia wajib menerima ucapan itu, meskipun disampaikan dengan cara indah dan meyakinkan. Terlebih lagi dalam urusan-urusan agama, manusia wajib bersikap kritis.
Bagaimana kita membangun jiwa yang kritis sedangkan jiwa mahasiswa tidak di tanamkan dengan jiwa kepedulian pada bangsa dan negara. Mereka hanya memperdulikan bagaimana caranya mendapatkan nilai bagus dan cepat lulus dari universitas. Bahkan banyak mahasiswa yang selalu mencari nilai bukan mencari wawasan atau pengetahuan yang berbeda dari luar/dalam kampus.
Menurut saya jiwa yang kritis adalah dimana jiwa yang ingin banyak tahu dan peduli terhadap keadaan pada lingkungan di sekitarnya. Dalam setiap keadaan yang ingin diketahui maka akan mendapatkan gagasan dan dalam gagasan tersebut dikelola menjadi sebuah kesimpulan yang baik.
Sangat wajar jika umat Islam belum bisa mengembalikan kejayaan masa lalunya. Satu hal yang menjadi kunci, umat Islam sudah tidak lagi kritis dan tidak terlalu peduli pada agamanya sendiri. Akibatnya mereka dengan mudahnya diadu domba antara golongan yang satu dengan golongan yang lainnya. Sedang al-Qur’an sendiri memerintahkan untukbersikap kritis. Seperti yang saya katakan sebelumnya, perlahan-lahan umat Islam meninggalkan ajarannya sendiri. Padahal semua sudah jelas, Allah memberikan kunci, Allah memberikan peta, agar kita tidak tersesat.
 Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Al Hujuraat: 6)

Kenapa harus melihat perbedan yang menyebkan kita harus bentrok. Padahal persamaan itu lebih kuat. Umat Islam sudah mulai buta, sehingga tidak bisa membedakan mana kawan dan mana lawan. Bagaiman tidak? Jika yang dikedepankan adalah egoisme dan fanatisme. Bukankah sikap tersebut diharamkan dalam Islam, tapi nyatanya masih saja dipelihara dalam diri mereka.

Dikutip dari berbagai sumber.