Secara umum, manusia
harus memiliki sikap dan pemikiran kritis. Dimana berpikir
kritis merupakan sebuah cara yang sangat baik untuk bisa menganalisis sebuah
ide berdasarkan penalaran logis dan data yang jelas. Bukan hanya sebuah asumsi
atau sesuatu yang dianggap tebakan saja. Ketika anda berpikir kritis maka anda
akan berusaha untuk mengasah tingkat keingintahuan namun berbarengan dengan
intelektual yang tinggi. Sikap dan pemikiran kritis ini bukan
berarti menghitung-hitung aib dan kekurangan. Arti dan sikap dan pemikiran
kritis ialah menayakan dan membahas sesuatu agar bisa diketahui yang benar dari
yang tidak benar. Umpamanya saja, sikap kritis atas sebuah kitab bukan berarti
bahwa seseorang harus menghitung kelemahan-kelemahan kitab itu. Akan tetapi, ia
harus mengemukakan semua kelebihan maupun kekurangan kitab itu. Seseorang harus
bersikap kritis atas semua kabar yang didengarnya dari orang lain. Artinya, ia
harus menganalisis dan mengkaji semua kabar yang didapatkannya itu. Jika ada
suatu ucapan yang masyhur di tengah-tengah manusia, maka hal itu bukan berarti
bahwa manusia wajib menerima ucapan itu, meskipun disampaikan dengan cara indah
dan meyakinkan. Terlebih lagi dalam urusan-urusan agama, manusia wajib bersikap
kritis.
Bagaimana kita membangun jiwa yang
kritis sedangkan jiwa mahasiswa tidak di tanamkan dengan jiwa kepedulian pada
bangsa dan negara. Mereka hanya memperdulikan bagaimana caranya mendapatkan
nilai bagus dan cepat lulus dari universitas. Bahkan banyak mahasiswa yang
selalu mencari nilai bukan mencari wawasan atau pengetahuan yang berbeda dari
luar/dalam kampus.
Menurut saya jiwa yang kritis adalah
dimana jiwa yang ingin banyak tahu dan peduli terhadap keadaan pada lingkungan
di sekitarnya. Dalam setiap keadaan yang ingin diketahui maka akan mendapatkan
gagasan dan dalam gagasan tersebut dikelola menjadi sebuah kesimpulan yang
baik.
Sangat wajar jika
umat Islam belum bisa mengembalikan kejayaan masa lalunya. Satu hal yang
menjadi kunci, umat Islam sudah tidak lagi kritis dan tidak terlalu peduli pada
agamanya sendiri. Akibatnya mereka dengan mudahnya diadu domba antara golongan
yang satu dengan golongan yang lainnya. Sedang al-Qur’an sendiri memerintahkan
untukbersikap kritis. Seperti yang saya katakan sebelumnya, perlahan-lahan umat
Islam meninggalkan ajarannya sendiri. Padahal semua sudah jelas, Allah memberikan
kunci, Allah memberikan peta, agar kita tidak tersesat.
“Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu.” (Al Hujuraat: 6)
Kenapa harus melihat
perbedan yang menyebkan kita harus bentrok. Padahal persamaan itu lebih kuat.
Umat Islam sudah mulai buta, sehingga tidak bisa membedakan mana kawan dan mana
lawan. Bagaiman tidak? Jika yang dikedepankan adalah egoisme dan fanatisme.
Bukankah sikap tersebut diharamkan dalam Islam, tapi nyatanya masih saja
dipelihara dalam diri mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
anda sopan kami pun bersambut