Sesungguhnya agama merupakan gerakan keadilan sehingga
kosa kata “keadilan” adalah manifestasi seluruh agama. Oleh karena itu, kita
harus memperlakukan diri kita sendiri dengan penuh keadilan dan tidak
menzaliminya dengan tindakan-tindakan yang dapat menjerumuskan kita ke dalam
jurang kehancuran, baik di dunia maupun di akhirat.
Atas dasar itu, setiap manusia yang beriman kepada
Tuhannya, menaati-Nya dan hidup sejalan dengan ajaran-ajaran-Nya, maka ia
adalah seorang yang berbuat adil dengan dirinya sendiri, karena (dengan itu) ia
telah memfungsikannya di jalan yang dapat mewujudkan kebahagiaannya di dunia
dan akhirat. Dengan demikian, hubungan manusia dengan Tuhannya adalah sebuah
hubungan (yang didasari oleh) keadilan. Karena manusia yang mempercayai bahwa
Allah SWT adalah Tuhan, Pencipta, pemberi nikmatnya, yang melapangkan segala
urusannya, menjaga, membangkitkannya dan menguasai segala sesuatu, sudah
selayaknya baginya untuk mengesakan-Nya dengan tidak mempersekutukan-Nya dengan
suatu apapun, menaati-Nya dan tidak menentang-Nya, bergerak sejalan dengan
kehendak-Nya dan tidak membangkang terhadap-Nya, dan mengerjakan segala yang
mendatangkan keridhaan-Nya dan menjauhi segala menyebabkan kemurkaan-Nya. Hal
itu karena di antara hak Allah atas para hamba-Nya adalah hendaknya mereka
menghamba kepada-Nya sepenuh hati sesuai dengan hakikat rububiyah (yang
dimilikinya) berdasarkan ayat yang berfirman, “Tidak berhak bagi seorang
mukmin lali-laki dan wanita ketika Allah dan Rasul-Nya telah menentukan (hukum)
sebuah perkara untuk menentukan pilihan (yang lain) berkenaan dengan perkara
mereka itu." (Qs. Al-Ahzâb:36)
Dengan demikian, hak Allah atas hamba-Nya adalah
hendaknya ia tunduk terhadap-Nya dalam segala sesuatu. Jika ia tidak tunduk
terhadap-Nya, baik dengan jalan kufur, syirik mapun maksiat, maka ia telah
menzalimi Tuhannya. Hal inilah yang dapat kita petik dari wasiat Lukman
terhadap putranya, “Wahai putraku, jangan engkau mempersekutukan Allah,
karena syirik itu adalah sebuah kezaliman yang sangat besar." (Qs.
Luqman:13)
Begitu pula hubungan manusia dengan manusia yang lain
adalah sebuah hubungan (yang didasari oleh) keadilan. Karena Allah telah
menentukan hak bagi setiap manusia atas yang lain. Dengan demikian, kehidupan
ini adalah (tempat perealisasian) hak-hak antar sesama manusia secara
timbal-baik. Tidak ada seseorang pun yang memiliki hak absolut meskipun para
nabi as. Hak mereka atas seluruh manusia adalah hendaknya mereka beriman kepada
mereka, menyambut risalah mereka dan menolong mereka, dan hak seluruh manusia
atas mereka adalah hendaknya mereka berdakwah, memberikan petunjuk, menyucikan
dan mengajarkan (kehidupan) kepada mereka. Atas dasar itu, Allah SWT menuntut
Nabi-Nya untuk menyampaikan hak umat manusia dalam bertabligh. Hal inilah yang
dapat kita pahami dari firman Allah yang berbunyi, “Wahai Rasul,
sampaikanlah apa yang telah Tuhanmu turunkan kepadamu, dan jika engkau tidak
melakukan hal itu, niscaya engkau belum menyampaikan risalah-Nya”. (Qs.
al-Mâidah:67) Ayat ini mengindikasikan bahwa tabligh adalah sebuah tugas beliau
SAW yang mencerminkan hak umat manusia atas beliau untuk memberikan petunjuk,
mengajari dan membersihkan (hati) mereka. Begitu juga halnya dengan para imam As
dan ulama. Dan lebih dari itu, kita dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa
Allah sebagai pemilik hak absolut atas mereka dan tidak ada seorang pun yang
memiliki hak atas-Nya, telah menganugerahkan hak kepada para hamba-Nya dalam
firman-Nya, “Tepatilah janji-Ku niscaya Aku akan menepati janji kalian”. (Qs.
Al-Baqarah:40)
Atas dasar itu, setiap orang yang menyampaikan hak orang
lain kepadanya, ia telah berbuat adil kepadanya, dan setiap orang yang tidak
menyampaikan hak orang lain kepadanya, ia telah bertindak lalim (kepadanya). Dan
selanjutnya, semua hak tersebut bergerak di setiap bidangnya masing-masing
(yang kadang-kadang) ia menjadi manifestasi keadilan dan (kadang-kadang pula)
menjadi manifestasi kezaliman. Ketika kita melihat hubungan manusia dengan
kehidupan dan lingkungan sekitarnya, kadang-kadang ia bertindak bijak terhadapnya
dan kadang-kadang pula ia bertindak semena-mena atasnya. Hal ini dikarenakan
manusia memiliki tugas untuk mengembangkan kehidupan tersebut sesuai dengan
kehendak Allah SWT supaya kehidupan itu berkembang, satu realita yang
memberikan hak kepadanya atas manusia itu dan ia juga memberikan hak kepadanya
atas kehidupan itu secara natural. Hal ini telah disinyalir oleh firman Allah
yang berbunyi, “Kami telah mengutus para rasul Kami dengan (membawa)
keterangan dan Kami turunkan bersama mereka kitab dan mîzân supaya umat manusia
berperilaku adil”.(Qs. Al-Hadîd:25) Di mana seluruh agama, misi (Ilâhî)
dan para rasul as berkiprah (di dalam masyarakatnya) atas dasar keadilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
anda sopan kami pun bersambut